Jumat, 04 Februari 2011

Subcultures & Consumen Behavior

Budaya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen karena individu mengikuti sejumlah keyakinan, nilai, dan kebiasaan dalam masyarakat agar tidak melanggar norma yang berlaku dan menghindari hal-hal tabu. Pemasar melihat budaya dalam masyarakat dapat dibagi menjadi beberapa segmen yang disebut sebagai subcultures (sub-budaya). Apakah yang dimaksud sebagai subculture? Berikut pembahasan lebih lanjut.

A. PENGERTIAN

Kebudayaan dalam masyarakat dibentuk oleh dua unsur yang berbeda tetapi saling melengkapi yaitu:
• Keyakinan, nilai, dan kebiasaan yang unik dari kelompok subculture tertentu.
• Budaya pokok dalam masyarakat tanpa memperhatikan keunikan dari subculture yang ada.
Contoh: Di Indonesia, terdapat berbagai bahasa daerah, tetapi ada bahasa yang utama yaitu Bahasa Indonesia. Begitu juga, makanan pokok di Indonesia adalah nasi walaupun terdapat daerah-daerah dengan makanan pokok berupa jagung, sagu, dan lainnya.
Nah! Penting untuk memperhatikan subculture karena keunikan tersebut turut mempengaruhi perilaku konsumen dalam membuat keputusan-keputusan pembelian. Subculture mewakili keyakinan, nilai, dan kebiasaan yang membedakan antar kelompok dalam suatu masyarakat. Subculture dapat diartikan sebagai kelompok budaya yang berbeda dan diidentifikasikan menjadi segmen-segmen dalam masyarakat yang lebih besar dan kompleks. Subcultures bersifat dinamis dan saling mempengaruhi satu sama lain. Berikut pembahasan kategori-kategori subculture pada umumnya.








B. KATEGORI UMUM

1. Nationality Subcultures

Kebangsaaan menentukan nilai-nilai yang dianut dan produk atau jasa yang akan dibeli oleh konsumen. Pada umumnya, keputusan pembelian berdasar pada produk atau jasa yang sering dipakai di tanah kelahiran maupun yang familiar dengan negara kelahiran konsumen.
Contoh: Masakan Padang yang khas Indonesia lebih diminati dan memberikan rasa "pulang ke rumah" bagi mahasiswa/i Indonesia yang tinggal di luar negeri.
Untuk lebih memahami nationality subcultures, berikut disajikan pembahasan mendalam terhadap Hispanic subcultures.

• Hispanic subcultures

Negara Amerika tidak hanya multi budaya tetapi juga multi ras yang salah satunya adalah Hispanic dengan jumlah mencapai 14% yang diyakini akan terus bertambah hingga mencapai 24% pada tahun 2050 dari keseluruhan populasi penduduk Amerika. Oleh karena itu, pasar ini dianggap potensial dan akan digarap dalam segmentasi pasar tersendiri.
Dalam perilaku konsumsi, ras Hispanic memiliki kecenderungan membeli produk dari brand terkenal dan terjamin kualitasnya, menyukai produk atau jasa yang digunakan oleh orangtua, lebih memilih produk-produk makanan segar ketimbang yang dibekukan, membeli produk yang dipromosikan oleh toko dengan ras yang sama, dan cenderung melakukan tranksasi di toko yang berskala kecil, walaupun kenyataannya harga di supermarket lebih murah.
Dengan semakin banyaknya ras Hispanic yang menggunakan produk atau jasa seperti ras mayoritas sebagai hasil dari proses akulturasi, hampir semua website yang ada di Amerika menyediakan pilihan Bahasa Spanyol (bahasa utama ras Hispanic) karena melihat besarnya peluang memasuki pasar ras Hispanic melalui Bahasa Ibu-nya.
Contoh: Produk boneka barbie yang pada website Spanyolnya ditulis Barbielatina.com membidik kaum muda Ras hispanik yang sadar akan mode.
Segmentasi yang berdasar pada tingkat kedekatan identifikasi produk atau jasa dengan konsumen akan meningkatkan brand loyal terhadap produk atau jasa tersebut. Melalui perantara bahasa dan informasi produk yang berhubungan dengan budaya Hispanic akan membawa unsur kedekatan produk dengan konsumen yang dapat meningkatkan pembelian produk atau jasa tertentu.
Salah satu pendekatan dalam pemasaran produk atau jasa bagi ras Hispanic adalah dengan mengidentifikasi bahasa. Begitu juga dengan budaya lain, bahasa yang umum dipakai oleh tiap rentang umur (remaja, dewasa maupun orangtua) lebih menarik konsumen dengan budaya yang sama. Misal: bahasa jargon atau slank lebih menarik perhatian bila digunakan sebagai bahasa sampingan disamping Bahasa Indonesia pada siaran radio remaja, sedangkan Bahasa Indonesia baku lebih sesuai untuk siaran radio Elshinta yang menghadirkan berita aktual dan faktual.



2. Religious Subcultures

Individu yang menjadi anggota dari kelompok agama tertentu cenderung membuat keputusan pembelian yang berhubungan dengan identitas keagamaan mereka seperti produk atau jasa yang baik secara simbolik maupun ritual berhubungan dengan hari-hari besar keagamaan.
Contoh:
Banyak diproduksinya hadiah-hadiah menjelang Natal karena Natal identik dengan pemberian hadiah.
Sama halnya dengan produk jenis makanan, juga harus memperhatikan segmen ini karena dapat menentukan keputusan pembelian.
Contoh:
Umat Muslim akan cenderung membeli makanan kaleng dengan tulisan halal. Begitu juga dengan konsumen yang vegetarian akan cenderung membeli indomie vegan ketimbang indomie rasa ayam bawang.





3. Geographic and Regional Subcultures

Subcultures ini disegmentasi berdasarkan wilayah tempat sekelompok masyarakat tinggal sehingga membentuk kebudayaan lokal setempat yang berjalan dari masa kemasa, tanpa dikomando oleh satu atau dua individu tetapi lebih karena kebiasaan yang terus menerus berlangsung dalam satu wilayah sehingga menjadi ciri khas dari wilayah tersebut.
Contoh:
Di NTT, masyarakat lebih memilih untuk menjadikan umbi-umbian sebagai makanan pokok ketimbang nasi. Hal tersebut dikarenakan harga beras di wilayah tersebut sangat mahal dan umbi-umbian banyak terdapat di NTT serta daya beli masyarakat yang rendah menyebabkan pola konsumsi beras sebagai budaya Indonesia pun menurun. Iklim dan cuaca juga berpengaruh dalam perilaku konsumen di wilayah NTT yang cenderung panas sehingga masyarakat tidak menggunakan sweater. Dapat dipastikan penjualan sweater akan menemukan kendala ketika dipasarkan di NTT.



4. Racial Subcultures

Pembagian racial subcultures di bawah ini lebih mengarah pada negara Amerika yang memiliki perbedaan gaya hidup dan perilaku konsumsi.

• The African American Consumer

African American consumer merupakan kelompok minoritas terbesar kedua di Amerika. Konsumen tipe ini menyukai produk-produk terkenal, setia terhadap merek yang digunakan tetapi tidak suka membeli produk-produk berlabel pribadi maupun umum.
Contoh:
African American consumer memilih untuk membeli produk yang mengisyaratkan kesuksesan mereka walaupun tidak terkenal dan tidak melabel sehingga bersifat diskriminatif.
Untuk menarik konsumen ini, sebaiknya menggunakan media masa yang dapat berkomunikasi efektif dan ditujukan khusus kepada ras Afrika Amerika. Biasanya mereka akan lebih tertarik dengan iklan yang bermodelkan orang kulit hitam. Selain itu, juga dapat dilakukan pendekatan secara khusus melalui nilai-nilai dan kebiasaan yang merupakan ciri khas dari konsumen tipe ini.




• Asian American Consumer

Dewasa ini, populasi etnis Asia Amerika menjadi pertumbuhan populasi minoritas tercepat dan paling beragam di Amerika yang dipengaruhi oleh 15 kebudayaan dan bahasa yang berbeda. Etnis Asia Amerika sebagian besar berorientasi pada keluarga, sangat rajin bekerja, dan memiliki dorongan mencapai gaya hidup kelas menengah sehingga memiliki ketertarikan sendiri bagi pemasar. Etnis Asia Amerika sebagian besar terpusat pada kota-kota besar di Amerika yang sekaligus mematahkan stereotip bahwa mereka hanya tinggal di Chinatown.
Sebagian besar etnis Asia Amerika memiliki bisnis sendiri. Kalaupun tidak memiliki bisnis sendiri, kebanyakan berprofesi di bidang teknis, managerial, dan professional. Banyak generasi muda etnis ini menjalani sebagian besar kehidupan mereka dengan berbagai sumber pendapatan, cenderung lebih pandai menggunakan komputer daripada populasi mayoritas, senang berbahasa inggris untuk mendapatkan berita dan informasi secara online, serta lebih sering mengakses internet. Etnis Asia Amerika memiliki persentase lebih besar membeli secara online dibandingkan segmen lain di Amerika.
Sebagai konsumen, etnis Asia Amerika sangat mementingkan kualitas (terkait kualitas kelas atas dengan merek terkenal), menjadi pelanggan yang setia dan tidak jarang berorientasi pada laki-laki. Namun, tidak kalah penting untuk dikaji kembali bahwa etnis Asia Amerika berasal dari latar belakang budaya yang beragam. Walaupun memiliki kesamaan, pemasar harus menghindari penerapan karena perilaku konsumsi yang tidak homogen.
Contoh:
Vietnam Amerika cenderung menghindari kredit karena berhutang dipandang sebagai hal negatif. Pasangan Chinnese Amerika saling memberi pendapat dalam membuat keputusan pembelian.
Sama halnya, penggunaan model yang beretnis Asia pada iklan lebih efektif dalam menjangkau segmen pasar ini. Penelitian menunjukkan bahwa tanggapan terhadap sebuah iklan untuk stereospeaker yang menampilkan model Asia memiliki respon yang lebih positif dibandingkan iklan yang sama dengan menggunakan model Caucasian.



5. Age Subcultures

Pada saat memperhatikan lingkungan sekitar, sering dijumpai perbedaan-perbedaan dalam pilihan pakaian, musik, jam, dan sebagainya dari berbegai rentang umur. Hal-hal ini patut menjadi pertimbangan pemasar dalam memasarkan produk atau jasa. Secara garis besar, terdapat 4 kelompok subcultures berdasarkan umur yaitu:

• The Generation Y Market

Generasi Y merupakan kelompok konsumen yang lahir antara tahun 1977 hingga 1994 sebagai anak dari konsumen generasi baby boomers. Generasi ini terbagi dalam tiga subsegment yakni: Gen Y adults (usia 19-28), Gen Y teen (usia 13-18), dan Gen Y kids/tweens (usia 8-12).
Remaja pada generasi ini, cenderung mencari tahu sendiri tentang produk baru yang ada di pasaran melalui internet dan lebih aware dengan produk baru yang ada di lingkungan sekitar mereka. Untuk kelompok tweens cenderung lebih sering mengunjungi mall dan menghabiskan sekitar $46,80 setiap kali kunjungan. Sedangkan untuk orang tua mereka biasanya menghabiskan sekitar $126 miliar untuk membeli keperluan rumah tangga dan makanan. Tweens seringkali mempengaruhi pilihan merek orangtua mereka hingga dapat mencapai 80%.
Kelompok Gen Y adults merupakan kelompok pemakai telepon selular terbesar dalam hal mengirim pesan teks. Pada pasar telepon selular sekarang ini, 76% konsumen berusia 15-19 tahun menggunakan telepon selular dan 90% konsumen pada usia awal 20an menggunakan telepon selular untuk mengirim pesan, mendengarkan lagu, dan bermain games.
Disamping itu, terdapat kelompok yang disebut sebagi twixters yang berusia antara 21-29 tahun dan masih hidup dengan orangtua mereka. Kebanyakan dari mereka sudah lulus kuliah dan bekerja tetapi mereka memang belum mau meninggalkan rumah orang tua mereka ataupun menikah sebelum usia 30 tahun. Individu yang termasuk dalam kelompok ini belum mampu membeli produk yang bisa dijadikan aset sehingga cenderung membeli barang berupa gadgets dan pakaian.



• The Generation X Market

Generasi X merupakan kelompok konsumen yang lahir antara tahun 1965 hingga 1979. Tipe generasi ini adalah individu yang menikmati hidup, tidak terburu-buru untuk menikah, berkeluarga, tidak menyukai bekerja keras untuk mendapatkan gaji tinggi, memiliki prinsip kerja untuk hidup, tetapi mementingkan kualitas dari kerja itu sendiri dan hubungan yang terjalin. Tentu saja karakteristik ini bertentangan dengan karakteristik dari orangtua mereka yang termasuk dalam generasi baby boomer.
Kunci pendekatan pemasaran yang sesuai untuk generasi ini adalah menawarkan produk atau jasa dengan tulus dan memberikan kenyamanan.
Contoh:
Banyak hotel yang tidak hanya menawarkan kenyamanan berteduh saja, tetapi menawarkan fasilitas internet, LCD TV di dalam kamar, bangku kamar yang ergonomis, dan letak yang strategis.
Contoh lainnya yaitu:
Generasi selalu tidak puas apabila ke mall hanya untuk berbelanja karena mereka beranggapan bahwa belanja saja tidak cukup memuaskan sehingga mereka melakukan sesuatu yang lebih daripada sekedar belanja misalnya ke salon, main ice skating, dan nonton di bioskop sehingga fasilitas-fasilitas ini akan sering ditemu di mall sekarang.







• The Baby Boomer Market

Konsumen yang tergolong dalam baby boomers lahir antara tahun 1946-1964. Baby boomers menjadi salah satu segmen pasar yang menarik karena:
 Merupakan kategori usia yang istimewa dan tertua yang hidup sampai sekarang.
 Seringkali membuat keputusan pembelian yang penting.
 Dapat mempengaruhi konsumen dari segmen lain.
Dalam periklanan, baby boomers lebih tertarik dengan penggambaran yang sesuai dengan diri mereka yaitu hidup dan menarik. Mereka memiliki uang dan akan menghabiskannya untuk hal-hal yang dirasa dapat meningkatkan kualitas hidup. Baby boomers dapat dikatakan tipe pengkonsumsi besar karena menikmati pembelian untuk diri sendiri, untuk rumah, apartemen, dan lainnya. Karena faktor umur dari baby boomers, perlu diperhatikan produk-produk atau jasa yang memberikan kenyamanan seperti pakaian maupun keuntungan yang didapat dari bank karena memasuki tahap pensiun.


• Older Consumer

Konsumen yang termasuk ke dalam tipe older consumer rata-rata adalah individu berusia 60 tahun ke atas. Banyak asumsi yang menyatakan bahwa older consumer adalah individu-individu yang tidak memiliki kemampuan finansial, tingkat kesehatan yang rendah, dan memiliki banyak waktu senggang yang kenyataannya adalah banyak diantaranya masih produktif dan bekerja. Oleh karena itu, segmen ini menjadi ketertarikan tersendiri bagi pemasar.
Penelitian menunjukkan, older consumer cenderung melihat diri sendiri lebih muda ketimbang usia sebenarnya yang dapat dilihat dari 4 dimensi yaitu:
 Feel age : individu merasa seberapa tua.
 Look age : seberapa tua dilihat dari tampilan fisik.
 Do age : seberapa dalam keterlibatan dalam aktivitas kelompok.
 Interest age : seberapa mirip minat individu dengan anggota dalam kelompok.
Hal ini membantu pemasar untuk melihat pendekata-pendekatan baru terhadap older consumer yang tidak hanya terbatas pada usia yang sebenarnya tetapi terhadap persepsi konsumen karena older consumer dewasa ini lebih dapat menerima informasi pemasaran, lebih memiliki kemampuan secara finansial, lebih inovatif, merasa muda, pemikiran yang muda, melakukan kegiatan-kegiatan seperti individu yang lebih muda, lebih terbuka terhadap pengalaman dan tantangan, percaya diri, tidak mementingkan kesalahan dalam membuat keputusan pembelian, dan tampil muda dibandingkan dengan older consumer yang masih bersifat traditional. Di samping itu, dikenal istilah cyberseniors karena pada older consumer juga tidak terlepas dari penggunaan teknologi dan internet yang memudahkan untuk memperoleh informasi sehingga mengurangi mobilitas di luar rumah.
Nah! Strategi pemasar dalam menarik older consumer adalah memberikan penawaran produk dan jasa yang tepat, berkualitas, dan tahan lama dengan melalui iklan yang tepat. Apabila menggunakan model iklan yang terlalu tua akan menunjukkan kelemahan sedangkan yang terlalu muda mengesankan kurangnya pemahaman dan empati terhadap older consumer. Selain itu, older consumer lebih setia terhadap supermarket yang memberikan perhatian dan tertarik dengan produk yang menwarkan kesehatan.


6. Sex as a Subcultures

Masyarakat cenderung memiliki persepsi terhadap sifat-sifat dan peran antara laki-laki dan perempuan. Sifat agresif dan kompetitif sering kali dikatakan sebagai masculin traits, sedangkan rapi, kelemah-lembutan, dan bawel dikatakan sebagai feminine traits. Selain itu, perempuan juga dipandang lebih mengerti masalah rumah tangga ketimbang laki-laki. Dengan mengetahui gambaran mengenai peran laki-laki dan perempuan dalam kehidupan bermasyarakat, dapat membantu para pemasar dalam menjual produk.
Sebuah penelitian terbaru menemukan bahwa laki-laki dan perempuan menunjukkan reaksi yang berbeda terhadap iklan cetak yang sama. Perempuan menunjukkan keinginan membeli yang lebih tinggi terhadap iklan yang bersifat verbal, enak dipandang mata, kompleks, dan berorientasi pada kategori. Sebaliknya, laki-laki menunjukkan keinginan membeli yang lebih tinggi terhadap iklan yang membandingkan, sederhana, dan berorientasi pada atribut. Oleh karena itu, sepantasnya para pemasar membuat pendekatan iklan yang berbeda untuk kedua konsumen ini.
Dalam setiap masyarakat, banyak produk yang berhubungan dengan salah satu dari anggota konsumen tipe ini. Rokok, peralatan bangunan diasosiasikan dengan laki-laki sedangkan kalung, alat kosmetik, perawatan muka sering diasosiasikan untuk perempuan. Daya tarik yang lain juga tampak dalam iklan yang berhubungan dengan anggota tubuh dari konsumen.
Contoh:
Iklan susu L-men, membuat konsep pria dengan tubuh bidang dan berotot, yang di idam-idamkan sebagian besar pria.
Dalam penggunaan internet pun, terlihat berbeda untuk laki-laki dan perempuan. Perempuan menggunakan internet untuk mencari bahan referensi memasak, informasi medis, bermain games yang bersifat mengasuh dan untuk chat, sedangkan laki-laki cenderung berfokus pada eksplorasi, penemuan, mengidentifikasi software serta film-film gratis. Hal ini memberikan bukti untuk gagasan bahwa laki-laki adalah hunters, sedangkan perempuan adalah nurturers.
Dewasa ini, wanita tidak lagi hanya berada di dalam rumah tetapi sebagian besar memiliki pekerjaan mandiri. Wanita yang bekerja lebih sedikit menghabiskan waktu belanja dari wanita yangtidak bekerja. Hal ini membuat para pemasar sangat tertarik dengan pekerja wanita. Yang penting harus diperhatikan adalah kebanyakan wanita pekerja berbelanja pada malam hari ataupun di hari libur dan memiliki kemungkinan lebih besar berbelanja melalui katalog.


C. INTERAKSI SUBCULTURES

Setiap konsumen pasti memiliki lebih dari satu subcultures sehingga pemasar sebaiknya tidak hanya berfokus pada satu subcultures dalam memasang strategi promosi tetapi harus memahami kekayaan subcultures dan mengkombinasikannya.

Sumber:
Schiffman, L. G. & Kanuk, L. L. (2007). Consumer Behavior (9th ed). New Jersey: Pearson Prentice Hall.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar